Tradisi Unik Ramadhan di Libya
Ledakan Meriam Tanda Waktu Buka Puasa

MEDIAACEH.COM - Ledakan meriam terdengar di sepenjuru Tripoli, Ibu Kota Libya selama Ramadhan kali ini. Namun, itu bukanlah tanda dimulainya peperangan, melainkan kebangkitan kembali tradisi Ramadhan yang telah lama hilang di Libya.
Meriam berusia 600 tahun tersebut akan dipajang di Martyrs’ Square dan dialasi karpet merah. Nantinya meriam akan mengeluarkan ledakan gemilang menjelang azan Maghrib.
Tradisi tersebut sempat hilang sejak akhir tahun 1970-an, kala Presiden Muammar Gaddafi mencoba untuk menghapus keseluruhan sejarah Libya.
Untungnya, pihak berwenang mengatakan bahwa meriam tersebut akan kembali menjadi sarana mengumumkan waktu berbuka puasa.
“Itu adalah cara untuk membawa kegembiraan bagi orang-orang di Tripoli,” kata Akram Dribika, pejabat kota Tripoli yang menyelenggarakan acara tersebut sebagaimana dilansir dari The Star, Rabu (29/3/2023).
Asal muasal meriam pertanda buka puasa di Tripoli masih belum jelas. Kemungkinan tradisi ledakan meriam lahir di Mesir saat Ottoman berkuasa pada abad ke-19. Mereka ingin memberitahu penduduk bahwa waktu untuk berpuasa pada hari itu akan segera berakhir.
Ketika kebetulan melewati Martyrs’ Square, Nouri Sayeh mengatakan bahwa dia melihat meriam bak sebuah kejutan yang indah.
“Ini adalah bagian dari tradisi Ramadan. Itu sangat penting dan itu merupakan sebuah tradisi yang harus dilanjutkan,” kata pria berusia 32 tahun tersebut.
Tembakan meriam juga menjadi upaya menghidupkan kembali medina tua Tripoli, setelah diabadikan selam 40 tahun pada masa kekuasaan Gaddafi, serta beberapa kekacauan di belakangnya.
Adanya meriam tersebut seolah membuat kehidupan baru baru di sana.
Setelah berbuka puasa, biasanya keluarga di Libya akan berduyun-duyun datang ke kota tua dan Martyrs’ Square, membeli permen untuk anak-anak mereka. Di sana juga terdapat bangku dan yang bisa dijadikan tempat berswafoto dengan hiasan Ramadhan, atau hanya untuk sekedar minum kopi.
Pemerintah juga telah menghiasi alun-alun utama dan gang-gang dengan bendera lentera tradisional, dan bentuk bulan sabit selama dua tahun berturut-turut.
Rasha Ben Ghara, salah seorang yang tumbuh besar di lingkungan tersebut mengatakan bahwa dulunya orang-orang harus menggunakan senter ponsel mereka untuk melewati gang-gang kota tua yang tidak beraspal.
“Dulu orang datang untuk berbelanja di souk, tapi hari ini mereka datang untuk mengagumi pemandangan dan warisannya,” kata pegawai negeri berusia 35 tahun itu.[]
Komentar